Kepala SMKN 2 Dumai Zulkarnaen Nasution, S.Pd, MT |
PORTALREDAKSI.COM - Setiap memasuki tahun ajaran baru, pembelian seragam sekolah acap menjadi keluhan para orangtua atau wali murid. Mahalnya harga seragam saat pasca Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ini, terangkum ada dugaan kongkalingkong antara pihak sekolah dengan pengusaha tailor atau konveksi.
Informasi terangkum dari salah satu Grup WhatsApp, ada dugaan pungli di SMK Negeri 2 Dumai. Diinfokannya, diminta aparat penegak hukum untuk memproses adanya dugaan pihak Kepala SMKN 2 Dumai kepada siswa mengarahkan siswa kepada toko penjahit. Notabene adannya dugaan Kepala SMKN 2 Dumai telah mengkondisikan atau menunjuk pengusaha penjahit.
Beredar di Grup WA, untuk 3 jurusan Kelistrikan, Teknik Elektronika dan TKP di SMKN 2 Dumai ini ditunjuk Penjahit SA beralamat di Jalan Sultan Syarif Kasim. Untuk jurusan Teknik Otomatif, ditunjuk Penjahit AS di Jalan Sudirman dan Teknik Kimia, Penjahit NU direkomendasikan yang beralamat di Jalan Sukajadi.
Lanjutnya, untuk 3 Jurusan yakni TKJ, Teknik Pengelasan dan Teknik Geospasial ini, dikerjakan Penjahit NT, beralamat di Jalam Merdeka. Untuk jurusan DPIB dan Teknik Permesinan, ditunjuk Penjahit SS yang beralamat di Jalan Natuna. Terakhir, untuk semua baju olahraga siswa SMKN 2 Dumai ini, ditunjuk pemborong Penjahit NT yang juga mengerjakan seragam tempahan jurusan TKJ, Teknik Pengelasan dan Teknik Geospasial.
Diinfokan lagi, bahwa oknum pihak SMKN 2 Dumai menerima fee sebesar Rp.300 ribu per seragam. Diketahui, SMKN 2 Dumai ini merupakan SMK yang memiliki daya tampung siswa terbesar se-Kota Dumai setiap memasuki PPDB. Jika ada 600 siswa dikalikan Rp.300 ribu per seragam, jadi ada sekitar Rp.180 juta, fee yang diterima.
Saat dikonfirmasi Kepala SMKN 2 Dumai Zulkarnaen Nasution, S.Pd, MT, Jumat (20/9/2024) kemarin, membantah terkait isu dugaan kongkalingkong dengan pengusaha pakaian seragam sekolah.
"Isu tersebut Itu tidak benar, karena untuk pakaian itu tanggung jawab orang tua wali murid. Kita sekolah tidak ikut campur terkait masalah tersebut. Para orangtua diberi kebebasan untuk menjahitnya dimana saja yang disukainya atau boleh juga memakai pakaian alumni yg sudah tamat, intinya yang penting seragam," kata Kepala SMKN 2 Dumai ini menjelaskan.
Ditempat terpisah, pemerhati sosial Irwan saat diminta pendapatnya, menyampaikan bahwa fenomena seragam sekolah ini harus menjadi atensi khusus pemerintah dan juga legislatif.
"Hal ini sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Pasalnya, setiap memasuki kelulusan dan memasuki sekolah baru, isu seragam ini terus menjadi perbincangan. Perlu dilakukan pengawasan, jangan sampai jadi ajang korupsi atau mark up," ujar Irwan menyampaikan pendapatnya, Sabtu (21/9/2024) di salah satu kedai kopi di Kota Dumai.
Terkait dengan beredarnya selembaran nama nama Penjahit atau Tailor yang membuat jahitan seragam di SMKN 2 Dumai, Irwan menduga ada indikasi pihak sekolah telah mengkondisikan atau dugaan praktik kongkalingkong.
"Wajar publik menduga, karena penjahit di Kota Dumai cukup banyak dan hanya segelintir yang mendapatkan job tahunan tersebut. Jika pihak sekolah merasa tidak ikut campur, itu haknya untuk menyampaikan informasi ke publik," jelasnya.
Selanjutnya, Irwan meminta kepada Dinas Pendidikan baik di kota maupun provinsi dan juga aparat penegak hukum agar ikut mengawasi terkait isu mark up seragam baru tersebut.
Menurut Irwan lagi, dugaan praktik menjadikan seragam sekolah sebagai objek bisnis telah berlangsung selama bertahun-tahun, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK).
"Perlu adanya penindakan yang tegas bagi pihak sekolah yang sengaja menjadikan seragam baru ini menjadi ajang bisnis. Jangan hanya formalitas atau sekedar himbauan dari Dinas Pendidikan kepada Kepala Sekolah," tegasnya lagi.
Irwan juga meminta agar harga seragam baru yang ditetapkan oleh para penjahit atau tailor ini, jangan sampai ada indikasi memberikan 'fee' untuk pihak sekolah. Apalagi, pihak sekolah menjadi penjual langsung kepada siswa atau orangtua.
"Jika ada indikasi fee untuk pihak sekolah, otomatis harga seragam pasti di mark up atau dinaikkan. Bagi orangtua kurang mampu, pasti hal sangat memberatkan. Kita berharap ada efek jera bagi oknum sekolah jika kedapatan melakukan tindakan mencoreng kualitas pendidikan tersebut, " pungkas Irwan. (*)
Penulis: Ihwan Lubis
0 Komentar