PORTALREDAKSI.COM – Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Riau mendesak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau segera menuntaskan penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD Provinsi Riau. Desakan ini disampaikan langsung oleh Ketua DPD KNPI Riau, Larshen Yunus, yang menilai proses hukum kasus tersebut berlarut-larut tanpa kejelasan.
Menurut Larshen Yunus, lambannya proses penetapan tersangka dalam perkara yang ditangani oleh Subdit III Tipikor Polda Riau ini telah menimbulkan berbagai spekulasi di tengah masyarakat. Bahkan, ia menyebut penanganannya seperti "panggung sinetron" yang tidak kunjung selesai sejak masih dijabat oleh Kapolda Irjen Pol M. Iqbal dan Direktur Reskrimsus Kombes Pol Nasriadi.
“Sudah terlalu lama kasus ini digantung tanpa ujung. Informasi terakhir menyebutkan bahwa gelar perkara di Bareskrim Polri telah dilakukan dan hasilnya menyetujui inisial M untuk dimintai pertanggungjawaban hukum. Lalu, apa lagi yang ditunggu?” ujar Larshen Yunus dalam keterangan pers, Sabtu (28/6/2025).
Ia merujuk pada laporan media nasional yang menyebut bahwa eks Sekwan DPRD Riau berinisial M telah disebut dalam proses gelar perkara. Bahkan, sejumlah barang bukti telah disita, termasuk apartemen di Batam, vila di Sumatera Barat, kendaraan mewah, hingga adanya pemeriksaan terhadap publik figur Hana Hanifa yang disebut terkait dengan M.
Larshen menambahkan, berdasarkan audit BPKP, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp195,9 miliar untuk tahun anggaran 2020–2021. Ia pun menyayangkan sikap para penyidik yang terkesan lamban dan justru menyeret nama baik Kapolda Riau saat ini, Irjen Pol Dr. Herry Heryawan, ke dalam pusaran ketidakpastian hukum.
“Kami khawatir jika ini dibiarkan, maka akan berdampak buruk terhadap citra institusi kepolisian, terutama menjelang HUT Bhayangkara ke-79. Jangan sampai muncul gelombang aksi massa akibat ketidakjelasan proses hukum ini,” tegasnya.
Larshen juga membandingkan penanganan kasus serupa yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Dalam kasus tersebut, eks Plt Sekwan DPRD Riau Tengku Fauzan Tambusai divonis enam tahun penjara karena terbukti merugikan negara sebesar Rp2,3 miliar.
“Bayangkan, kerugian dalam kasus ini jauh lebih besar dari yang ditangani Kejati. Tapi mengapa penyelesaiannya lebih lambat? Ini sangat mencederai rasa keadilan publik,” katanya.
Tak hanya kepada kepolisian, Larshen Yunus juga mendesak keterlibatan aktif Komisi III DPR RI. Menurutnya, anggota dewan dari dapil Riau harus ikut mendorong percepatan penegakan hukum terhadap kasus korupsi yang telah merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
“Komisi III punya peran strategis. Rakyat butuh kepastian hukum. Jangan biarkan hukum tunduk pada kekuasaan,” ujarnya.
Sebagai penutup, Larshen Yunus mewanti-wanti agar aparat penegak hukum tidak meremehkan potensi gejolak sosial akibat lambannya penanganan kasus ini. Ia pun mengisyaratkan kemungkinan aksi unjuk rasa besar-besaran jika tidak ada kejelasan dalam waktu dekat.
“Hukum harus menjadi panglima di negeri ini. Jangan sampai rakyat turun ke jalan untuk menagih keadilan,” tutupnya. (rls/red)
0 Komentar