PORTALREDAKSI.COM — Penanganan kasus dugaan peredaran rokok ilegal oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Dumai masih menyisakan tanda tanya besar. Hampir satu bulan berlalu sejak penindakan pada Jumat, 10 Oktober 2025, namun perkembangan pengusutan kasus dinilai berjalan lamban dan memunculkan dugaan adanya fakta yang belum sepenuhnya dibuka ke publik.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa hingga kini berkas tersangka berinisial ES belum dinyatakan lengkap (P21) serta belum dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Dumai. Padahal, kasus ini sempat menjadi perhatian karena mencuat isu keterlibatan aktor yang lebih besar di balik peredaran rokok ilegal tersebut.
Situasi tersebut menimbulkan praduga negatif dari publik. Spekulasi mengenai keberadaan “pemain besar” atau pemasok kuat terus berkembang dan tak kunjung terjawab tuntas.
Upaya konfirmasi media pun tak berjalan mulus. Kasi Penyuluhan dan Layanan Informasi (PLI) KPPBC Dumai, Dedi Husni, disebut memblokir kontak seorang wartawan yang hendak meminta keterangan resmi. Langkah ini justru menambah kecurigaan adanya ketertutupan dalam penanganan kasus.
Terlebih, Dedi juga belum merespons permintaan klarifikasi mengenai pernyataannya soal kepemilikan gudang yang sebelumnya dikaitkan dengan Gudang Garam. Publik kini mempertanyakan siapa pemilik dan bagaimana legalitas gudang yang diduga menjadi lokasi penyimpanan rokok ilegal tersebut.
Eks Koordinator BEM Sekota Dumai (BEM Sekodum), Muhammad Ihsan Nizar, mengecam sikap komunikasi Bea Cukai yang dinilai tidak transparan.
“Publik hanya butuh penjelasan jujur. Kalau semua sesuai aturan, mengapa harus alergi terhadap konfirmasi wartawan? Jika bersih, jangan risih,” ujar Ihsan, Kamis (6/11/2025).
Aktivis muda yang juga Ketua Area Pemuda Dumai ini menegaskan bahwa pemblokiran akses informasi kepada pers tidak boleh terjadi di lembaga pelayanan publik.
“Konfirmasi adalah bagian dari perimbangan berita. Begitu kritik muncul, malah kontak diblokir. Apa yang ditutupi? Publik pasti bertanya,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa peredaran rokok ilegal masih marak di Dumai. Menurut Ihsan, penangkapan terhadap ES belum cukup untuk memutus rantai peredaran tanpa pengungkapan aktor pemasoknya.
Senada dengan itu, praktisi hukum Johanda Saputra, SH menilai ES bukanlah pemain utama, Jumat (31/10/2025) lalu.
“ES diduga hanya penjual skala besar. Mustahil ia membeli barang senilai ratusan juta tanpa mengenal pemasoknya. Artinya ada jaringan kuat di baliknya. Itu yang harus diungkap,” tegasnya.
Ihsan menambahkan bahwa publik menunggu ketegasan aparat untuk menguak siapa pihak yang paling diuntungkan dalam bisnis gelap ini.
“Jika benar ada aktor besar, proses hukum terhadap ES bukan akhir, tetapi awal untuk membuka jaringan besar secara utuh,” tutupnya. (tim/red)








0 Komentar