![]() |
| Kantor Dinas Perdagangan Kota Dumai |
PORTALREDAKSI.COM — Hampir satu tahun sejak ditempati, kios Pasar Buah Pulau Payung di Jalan Diponegoro, Kelurahan Rimba Sekampung, Kecamatan Dumai Kota, kini kembali menuai polemik. Sebanyak 68 kios berukuran 3x3 meter yang dibangun melalui APBD Dumai senilai Rp5.297.114.718,84 itu hingga kini tak jelas peruntukannya.
Hasil penelusuran awak media selama sepekan menunjukkan mayoritas kios tampak kosong dan tak berpenghuni. Ironisnya, meski pasar ini diperuntukkan bagi pedagang buah, tidak satu pun pedagang buah terlihat menempati bangunan baru tersebut.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Dumai, Zulfikar, SE, M.Si, ketika dikonfirmasi pada Jumat (12/12/2025) mengenai tidak adanya pedagang buah yang menempati kios tersebut, tampak menghindar.
“Kantor kami terbuka untuk bapak datang berbagi informasi,” ujar Zulfikar singkat, tanpa memberikan jawaban substansial atas persoalan kosongnya kios bernilai miliaran rupiah itu.
Polemik terkait kios Pasar Buah Pulau Payung ini sebenarnya sudah muncul sejak awal tahun 2025. Proyek yang awalnya digadang-gadang untuk menampung para korban kebakaran pasar, justru menyisakan kekecewaan. Seorang pedagang korban kebakaran bahkan tidak mendapatkan kios seperti yang sebelumnya dijanjikan Wali Kota Dumai, H. Paisal, SKM, MARS, pada 17 Juni 2024.
Berdasarkan rangkuman informasi saat itu, terdapat dugaan pembagian kios tidak merata, bahkan disebut-sebut ada pedagang yang memperoleh lebih dari satu kios. Tak hanya itu, muncul kabar adanya pedagang “pendatang” yang sebelumnya bukan bagian dari Pasar Pulau Payung, namun justru mendapat jatah kios. Dugaan pun mengarah pada praktik “bagi-bagi jatah” untuk tim sukses sang Wali Kota.
Seorang pedagang yang ditemui pada Sabtu (13/12/2025) mengungkapkan bangunan kios dianggap terlalu kecil dan kurang strategis sehingga banyak pedagang menolak menempatinya.
“Coba saja tanya satu per satu pedagang di sini, jawabannya pasti hampir sama. Ukurannya kecil, posisinya kurang strategis, jadi banyak yang enggan menempati,” ungkapnya.
Selain nilai anggaran yang dianggap fantastis, proyek ini juga disorot akibat pembangunan mushalla dan WC yang berada di luar paket pengadaan kios. Dengan anggaran hampir Rp5,3 miliar, tambahan fasilitas tersebut dinilai janggal dan memicu dugaan ketidakwajaran.
Tak berhenti di situ, proyek ini juga disebut-sebut dipinjamnamakan oleh perusahaan, dengan pelaksana proyek yang diduga merupakan orang dekat Wali Kota Dumai dengan inisial KK.
Praktisi hukum sekaligus advokat, Johanda Saputra, SH, menegaskan setiap proyek pengadaan pemerintah harus mengikuti Perpres tentang Pengadaan Barang/Jasa, mulai dari perencanaan, lelang, kontrak hingga pengawasan.
“Jika pelaksanaannya tidak sesuai dokumen atau terjadi penyimpangan dari rencana awal, itu bisa masuk kategori pelanggaran prosedur atau kontrak,” ujarnya.
Ia menambahkan, pengelolaan pasar rakyat memiliki aturan ketat terkait prioritas pedagang, pengelolaan kios, serta larangan penyalahgunaan dan harus mengacu pada peraturan daerah maupun peraturan menteri.
Johanda juga menyoroti potensi pelanggaran tata ruang dan menegaskan bahwa publik berhak meminta dokumen publik seperti DPA/APBD, RAB, kontrak, hingga daftar penerima kios melalui mekanisme UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Jika ada indikasi kerugian daerah atau potensi korupsi, ini bisa menjadi pintu masuk bagi penegak hukum untuk melakukan penyelidikan. Kita berharap aparat penegak hukum di Dumai lebih jeli melihat fenomena ini,” tegasnya. (tim/red)

.jpg)







0 Komentar